Arranet Bocorkan Pengalaman Mengelola Agent Banking pada CGAP (Consultative Group to Assist the Poor)

Bagikan Artikel ini:

Bapak Krisna Nugraha, Founder PT Arranet Indonesia menghadiri sharing session yang diadakan di Hotel Alia SCBD Jakarta Pusat dengan judul “Knowledge Sharing Event: Pilot insights from the use of Agent-Network Managers in Tier 3 Cities and Beyond”, pada hari Kamis (16/11). Acara ini diadakan oleh Bank Dunia yang diwakili oleh CGAP (Consultative Group to Assist the Poor) yaitu unit bentukan Bank Dunia yang mengelola kemitraan global lebih dari 30 organisasi terkemuka yang bekerja sama untuk memajukan kehidupan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, terutama perempuan melalui inklusi keuangan.  Turut hadir perwakilan BRI, BNI, Bank Mandiri, BTPN, Nobu Bank, Amartha, Bank Raya, Grab/GrabKios, Square Gate One, Duithape, Komida, dan lain-lain. Pada kesempatan kali ini, Bapak Krisna Nugraha berperan sebagai panelis, memberikan pandangan mengenai pengalaman Arranet mengelola agent banking.

Pertemuan ini membahas masukan dari pilot project di Indonesia Bagian Timur. Hasilnya menunjukkan pentingnya edukasi dan pendampingan bagi agent banking, terutama yang berasal dari industri telekomunikasi. Mereka perlu memahami sistem layanan agent banking, mengatasi kendala uang tunai, dan aggregator harus menyediakan SDM tambahan untuk pendampingan. Di sisi lain, Arranet hadir sebagai Agent Network Manager dengan latar belakang industri perbankan, khususnya branchless banking, laku pandai, dan bisnis PPOB, sehingga telah memiliki pemahaman dan pengalaman untuk melakukan akuisisi dan mengelola produktifitas agent banking.

Pada sesi tanya jawab, moderator Paul Reynolds, Digital Financial Services Sr. Advisor dari CGAP, menyoroti pemangku kepentingan dalam pengelolaan agent banking. Selain bank dan agen, para panelis menekankan peran signifikan informal leaders di daerah, berperan penting dalam mengajak masyarakat menjadi agen baik secara formal (penuh waktu) maupun informal (paruh waktu). Para informal leaders ini memiliki pemahaman yang baik terhadap lingkungannya, dikenal oleh warga sekitar, sehingga mampu melakukan pendekatan yang tepat dan minim penolakan dari calon agent banking.  Saat ini, Arranet berkolaborasi dengan informal leaders sebagai reseller atau micro influencer. Peran regulator sangat krusial dalam menentukan strategi bisnis agent banking secara nasional. Arranet, dari pengalaman mengelola 6.100 agen di seluruh Indonesia, mencatat bahwa pelaku usaha agent banking ini adalah mereka yang memiliki pengetahuan usaha, ingin mengembangkan usaha, dan cermat dalam menemukan peluang bisnis yang menguntungkan.

Berbeda dengan hasil piloting yang dilakukan menyatakan para pelaku agent banking adalah masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan bisnis dan cenderung menjadikan usaha ini sebagai sampingan. Adapun yang dihadapi oleh Arranet justu kebalikannya, para calon agent banking ini merupakan micro entrepreneur yang memahami peluang usaha jasa keuangan digital. Di sisi lain, regulator dan bank perlu mengubah asumsi lama yang masih digunakan saat ini, di antaranya bahwa unbanked population masih dianggap sangat besar sehingga perlu adanya layanan pembukaan rekening basic saving account (BSA) melalui agen. Dari pengalaman Arranet, jumlah masyakarat yang tidak memiliki rekening bank sudah menurun sejak maraknya kemudahan pembuatan rekening online, banyaknya pilihan aplikasi uang elektronik, dan adanya kartu bantuan sosial yang berbasis rekening. Dengan kondisi ini perlu dievaluasi kembali fitur apa yang penting bagi masyarakat yang memerlukan bantuan agen untuk melaksanakan transaksinya.

Di akhir sesi, Bapak Krisna Nugraha sempat menunjukkan unit EDC Android yang digunakan oleh agent banking yang dikelola Arranet dan menekankan bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk membeli unit tersebut sebagai bagian dari komitmen mereka membuka usaha layanan keuangan digital.